🐠 Media Pengeringan Dengan Bahan Serealia Paling Murah Dan Mudah Yaitu

Mediapengeringan dengan bahan serealia paling murah dan mudah, yaitu - Materi Pintar Beranda / Kelas 8 / Prakarya Media pengeringan dengan bahan serealia paling murah dan mudah, yaitu Desember 29, 2021 Posting Komentar Media pengeringan dengan bahan serealia paling murah dan mudah, yaitu. Kunci Jawaban dan Pembahasan a. pengemasan b. pengoperan

ArticlePDF AvailableAbstractUbi jalar merupakan sumber karbohidrat yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bahan pengganti beras. Ubi jalar mempunyai keragaman jenis yang terdiri atas jenis lokal dan beberapa varietas unggul. Ubi jalar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pakan ternak, dan bahan baku industri. Pati merupakan salah satu bentuk pengolahan ubi jalar yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku di industri, baik pangan maupun nonpangan. Penelitian ini bertujuan mengetahui varietas ubi jalar dan suhu pengeringan terbaik terhadap sifat fisik dan kimia pati ubi jalar. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL faktorial yang terdiri atas dua faktor yaitu faktor varietas ubi jalar A dan suhu pengeringan B. Faktor varietas ubi jalar A terdiri atas empat taraf, yaitu A1 = varietas lokal, A2 = varietas muara, A3 = varietas jago, dan A4 = varietas sukuh. Faktor suhu pengeringan B terdiri atas tiga taraf yaitu B1 = 40 °C, B2 = 50 °C, dan B3 = 60 °C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor varietas ubi jalar berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen, suhu gelatinisasi, swelling power, kadar air, dan berpengaruh nyata terhadap organoleptik warna pati ubi jalar yang dihasilkan. Faktor suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap swelling power dan kadar air pati ubi jalar. Faktor interaksi antara varietas ubi jalar dan suhu pengeringan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar abu pati ubi jalar. Berdasarkan analisis organoleptik pati ubi jalar yang disukai oleh panelis adalah pati ubi jalar dari varietas muara dengan suhu pengeringan 60 °C dengan nilai kesukaan warna penerimaan antara biasa sampai suka. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]33KARAKTERISTIK SIFAT FISIKOKIMIA PATI UBI JALAR DENGAN MENGKAJI JENIS VARIETAS DAN SUHU PENGERINGANPhysicochemical Properties of Sweet Potato Starches by Studying Their Varie-ties and Drying TemperaturesIrhami1*, Chairil Anwar2, Mulla Kemalawaty21Program Studi Agroindustri, Politeknik Indonesia Venezuela, Aceh BesarJl. Bandara Iskandar Muda Km 12 Desa Cot Suruy, Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar 233722Program Studi Pengolahan Hasil Ternak, Politeknik Indonesia Venezuela, Aceh BesarJl. Bandara Iskandar Muda Km 12 Desa Cot Suruy, Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar 23372*Penulis Korespondensi email irhamistp 24 Agustus 2018 Direvisi 9 Januari 2019 Diterima 26 Maret 2019 ABSTRAKUbi jalar merupakan sumber karbohidrat yang memiliki potensi untuk dikembangkan se-bagai bahan pengganti beras. Ubi jalar mempunyai keragaman jenis yang terdiri atas jenis lokal dan beberapa varietas unggul. Ubi jalar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pakan ter-nak, dan bahan baku industri. Pati merupakan salah satu bentuk pengolahan ubi jalar yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku di industri, baik pangan maupun nonpangan. Penelitian ini bertujuan mengetahui varietas ubi jalar dan suhu pengeringan terbaik terhadap sifat sik dan kimia pati ubi jalar. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL faktorial yang terdiri atas dua faktor yaitu faktor varietas ubi jalar A dan suhu pengeringan B. Faktor va-rietas ubi jalar A terdiri atas empat taraf, yaitu A1 = varietas lokal, A2 = varietas muara, A3 = varietas jago, dan A4 = varietas sukuh. Faktor suhu pengeringan B terdiri atas tiga taraf yaitu B1 = 40 °C, B2 = 50 °C, dan B3 = 60 °C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor varietas ubi jalar berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen, suhu gelatinisasi, swelling power, kadar air, dan berpengaruh nyata terhadap organoleptik warna pati ubi jalar yang dihasilkan. Faktor suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap swelling power dan kadar air pati ubi jalar. Fak-tor interaksi antara varietas ubi jalar dan suhu pengeringan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar abu pati ubi jalar. Berdasarkan analisis organoleptik pati ubi jalar yang disukai oleh panelis adalah pati ubi jalar dari varietas muara dengan suhu pengeringan 60 °C dengan nilai kesukaan warna penerimaan antara biasa sampai suka. Kata kunci Fisikokimia Pati Ubi Jalar; Suhu Pengeringan; Varietas Ubi JalarABSTRACTSweet potatoes are source of carbohydrates that have potential to be developed as a substitute for rice. Sweet potato has a variety of species consisting of local species and several superior varieties. Sweet pota-toes can be used as food, animal feed, and industrial raw materials. Starch is one form of sweet potato pro-cessing that can be used as raw material among industries, both food, and non-food industries. This study aims to determine the sweet potato variety and the best drying temperature for the physical and chemical properties of sweet potato starch. This study uses factorial completely randomized design CRD consisting of two factors, sweet potato variety A and drying temperature B. Sweet potato varieties consisted of four levels A1 = local varieties, A2 = muara varieties, A3 = jago varieties, and A4 = sukuh varieties. Drying temperature factor B consists of three levels, B1 = 40 °C, B2 = 50 °C, and B3 = 60 °C. The results showed that sweet potato varieties had a very signicant effect on yield, gelatinization temperature, swelling power, water content, and signicantly affected to the organoleptic color of sweet potato starch produced. Drying temperature factor had a very signicant effect on swelling power and moisture content of sweet potato starch. The interaction factors between sweet potato varieties and drying temperature had no signicant Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]34PENDAHULUANUbi jalar merupakan sumber karbohi-drat yang dapat dimanfaatkan sebagai sum-ber bahan pangan, pakan ternak, dan bahan baku industri. Ubi jalar adalah tanaman mer-ambat yang sangat banyak ragamnya. Ubi jalar dalam bentuk segar mudah rusak akibat faktor mekanik, siologis, dan mikrobiologis yang berkaitan dengan kadar air yang tinggi serta tidak tahan lama disimpan. Ubi jalar yang mudah rusak ini dapat diolah menjadi berbagai macam produk olahan. Salah satu bentuk pengolahan ubi jalar yaitu pengola-han menjadi didapatkan melalui proses ek-straksi karbohidrat yakni pengecilan ukuran melalui grinding pemarutan dilanjutkan proses ekstraksi dengan memakai pelarut biasanya air untuk mengeluarkan kandun-gan pati melalui sendimentasi atau pengen-dapan, selanjutnya dikeringkan pada suhu dan lama waktu tertentu hingga mendapat-kan pati yang siap digunakan Martunis, 2012.Pati ubi jalar diperoleh dari umbi ubi jalar dengan sistem pengolahan basah. Proses pembuatan pati ubi jalar di Indone-sia masih belum berkembang, seperti halnya pati dari ubi kayu atau tapioka yang berkem-bang pesat. Pemilihan varietas ubi jalar san-gatlah penting dan harus disesuaikan den-gan tujuan pemanfaatannya, karena setiap jenis ubi jalar memiliki karakteristik tertentu. Menurut Jusuf et al., 1998, pemilihan jenis ubi jalar yang digunakan untuk suatu jenis produk tertentu memiliki kriteria-kriteria yang harus diperhatikan, misalnya untuk pembuatan tepung ubi jalar hendaknya menggunakan varietas yang memiliki ren-demen tepung yang lebih dari 25% dengan bentuk umbi yang ubi jalar sebelum dilaku-kan proses pengolahan menjadi pati adalah dengan pengeringan. Secara umum, penger-ingan pati dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengeringan dengan sinar matahari dan alat pengering. Pengeringan pati den-gan cara penjemuran masih dilakukan oleh industri tapioka. Keuntungan dari penger-ingan dengan menggunakan sinar matahari yaitu lebih murah dan mudah. Pengeringan ini juga memiliki kelemahan, yaitu berja-lan sangat lambat sehingga memungkinkan terjadinya pembusukan sebelum bahan-nya cukup kering. Kelemahan lainnya yaitu, hasil pengeringan tidak merata serta adanya kontaminan dari debu selama proses pen-geringan. Transfer panas yang tidak mera-ta kedalam bahan juga akan menyebabkan pati menjadi lembab, berbau asam, dan me-nyebabkan timbulnya jamur sehingga dapat menurunkan mutu pati. Selain menggunakan pengering den-gan matahari, maka salah satu alternatif lainnya adalah dengan menggunakan pen-geringan buatan oven. Proses pengeringan menggunakan oven memiliki keuntungan yakni suhu dan waktu pemanasan yang da-pat diatur Alim, 2004. Berkaitan dengan proses pengeringan. Novary 1997 men-gungkapkan bahwa waktu dan suhu penger-ingan yang digunakan tidak dapat ditentu-kan dengan pasti untuk setiap bahan pangan, namun hal tersebut bergantung pada jenis bahan yang dikeringkan, diantaranya untuk jenis bubuk bahan pangan menggunakan suhu 40–60 °C selama 6–8 jam. Pada proses pengeringan pati dengan bantuan alat pen-gering maka proses tersebut dapat berlang-sung lebih cepat yaitu sekitar 6 jam Suismo-no, 2002. Untuk menghasilkan pati ubi jalar yang baik maka diperlukan penelitian untuk menentukan suhu terbaik dari beberapa va-rietas ubi jalar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik sifat sikokimia pati ubi jalar dengan mengkaji jenis varietas dan suhu yang digunakan pada peneli-tian ini adalah ubi jalar dari empat varietas effect on the levels of sweet potato starch ash. Based on the analysis of organoleptic sweet potato starch preferred by the panelists are sweet potato starch from muara varieties with a drying temperature of 60 °C with a favorite value of color acceptance between normal to likeKeyword Drying Temperature; Physicochemical Sweet Potato Starch; Sweet Potato Varieties Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]35yaitu varietas lokal yang berwarna daging umbi kuning, varietas muara yang berwarna daging umbi jingga, varietas jago dan varie-tas sukuh yang berwarna daging umbi putih dengan umur panen bulan. Bahan-ba-han tersebut diperoleh dari kebun percobaan program studi Pengelolaan Perkebunan Po-liteknik Indonesia Venezuela Bahan-bahan lainnya adalah aquades, eter, NaOH 1%, dan H2SO4 25% yang diperoleh dari laboratorium Analisis Hasil Pertanian Universitas Syiah Kuala. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah beaker glass, erlenmeyer dan gelas piala merk Pyrex, oven merk J Labtech, sen-trifuge merk Gyrozen Type 2236HR, neraca analitik merek Matler Toledo type AL204, ayakan, hammer mill JFS-2000, waterbath DSB-500E merk Daihan Labtech, desikator DN 300 merk ini menggunakan Rancan-gan Acak Lengkap RAL dengan pola fak-torial 3x3 yang terdiri atas dua faktor yaitu faktor varietas ubi jalar A dan suhu penger-ingan B. Faktor varietas ubi jalar A terdiri atas empat taraf, yaitu A1 = varietas lokal, A2 = varietas muara, A3 = varietas jago, dan A4 = varietas sukuh. Faktor suhu pengeringan B terdiri atas tiga taraf yaitu B1 = 40 °C, B2 = 50 °C, dan B3 = 60 °C. Setiap perlakuan di-lakukan 3 kali Pati Ubi JalarPada penelitian ini terdapat beberapa prosedur yang dilakukan untuk memperoleh pati ubi jalar. Tahapan yang dilakukan dalam pembuatan pati ubi jalar adalah masing-mas-ing 500 g ubi jalar dari varietas lokal, muara, jago, dan sukuh disortasi dari yang busuk dan rusak akibat gesekan maupun serangan hama. Kulit dibersihkan dari kotoran seperti tanah, pasir, dan lainnya dengan menggu-nakan air, kemudian kulit dikupas dengan menggunakan pisau dan umbi dicuci agar bersih dari lendir yang terdapat pada lapisan luar, lalu umbi direndam dalam air selama 1 jam dengan tujuan untuk melunakkan jarin-gan umbi agar umbi lebih mudah diparut. Se-lanjutnya umbi digiling menggunakan mesin penggiling dan hasilnya berupa bubur umbi. Bubur umbi yang diperoleh diekstraksi den-gan air sebanyak 1 bagian bubur dengan 2 bagian air, diaduk-aduk agar pati lebih ban-yak terlepas dari sel umbi. Kemudian bubur umbi disaring dengan kain saring sehingga pati lolos dari saringan sebagai suspensi pati dan ampas tertinggal pada kain saring. Sus-pensi pati dibiarkan mengendap didalam wadah pengendapan selama 8 jam. Pati akan mengendap, selanjutnya dilakukan penirisan untuk memisahkan pati dengan cairan. En-dapan pati dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 40 °C, 50 °C, dan 60 °C selama 6 jam selanjutnya didinginkan. Setelah proses pengeringan selesai maka akan dihasilkan pati kasar dan dilakukan pengecilan ukuran menggunakan hammer mill, maka hasil dari penepungan diayak dengan ayakan beruku-ran 80 mesh sehingga dihasilkan pati ubi jalar Sifat FisikoKimia Pati Ubi JalarParameter pengamatan yang dilaku-kan pada sifat sikokimia pati ubi jalar ini meliputi rendemen, penentuan suhu gelati-nisasi Kartikasari et al., 2016, swelling power Swinkels, 1987, kadar air Apriyantono et al., 1989, kadar abu Sudarmadji et al., 1996, kadar pati Apriyantono et al., 1989, dan uji organoleptik terhadap warna Soekarto, 1985. Analisis DataSemua data yang disajikan dalam pe-nelitian ini dianalisis menggunakan analisis sidik ragam atau Analysis of Variance ANO-VA dengan software SPSS 2010. Apabila has-il ANOVA menunjukkan adanya perbedaan pada perlakuan maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil BNT dengan taraf 5%.HASIL DAN PEMBAHASANRendemenRendemen merupakan nisbah antara hasil yang diperoleh dengan bahan dasarn-ya. Rendemen pati ubi jalar yang dihasilkan berkisar antara dengan rende-men rata-rata Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor varietas ubi jalar berpengaruh sangat nyata terha-dap rendemen pati ubi jalar yang dihasilkan. Suhu pengeringan dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang tidak nyata ter-hadap rendemen pati ubi jalar yang dihasil-kan. Hasil uji Beda Nyata Terkecil BNT rendemen dengan pengaruh varietas ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 1 menunjukkan bahwa ren-demen pati ubi jalar tertinggi diperoleh dari varietas sukuh yaitu sedangkan Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]36rendemen pati terendah diperoleh dari vari-etas muara yaitu Menurut Suismono 2002, rendemen pati ubi-ubian umumnya rendah, seperti rendemen pati ubi kayu tap-ioka, pati ganyong, dan pati ubi jalar mas-ing-masing sebesar 25%, dan Menurut Rahman et al. 2015, pada proses produksi pati, ekstraksi merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kualitas rendemen pati yang dihasilkan. Rendemen pati sangat berhubungan dengan kadar pati yang terkandung dalam ubi kayu. Perbedaan rendemen pati yang dihasilkan diduga disebabkan dari perbedaan kadar pati bahan dasarnya. Adapun kadar pati segar masing-masing varietas ubi jalar yaitu lokal muara jago dan sukuh Ginting et al., 2005; Ginting et al., 2014; Ginting et al., 2018. Namun, kadar pati setelah ekstraksi pada penelitian untuk varietas sukuh lebih tinggi daripada varietas muara sehingga rendemen pati yang dihasilkan varietas sukuh lebih banyak daripada varietas muara. Proses ekstraksi dan penirisan pati juga akan mengakibatkan susut bobot pati akan semakin berkurang sehingga akan mempengaruhi rendemen dari pati ubi jalar yaitu berkurangnya rendemen yang dihasil-kan. Perbedaan rendemen yang dihasilkan juga telah terlihat pada proses penirisan endapan pati, dari keempat varietas yang digunakan, varietas muara, menghasilkan endapan pati yang lebih sedikit dan tekstur endapan lebih lembek dibandingkan vari-etas sukuh, jago, dan lokal yang endapannya lebih banyak dan padat. Rahayuningsih et al., 2012 menambahkan bahwa rendemen pati ubi jalar dipengaruhi oleh sifat genetik varie-tas, umur panen, dan juga lingkungan GelatinisasiBerdasarkan penelitian diperoleh suhu gelatinisasi pati ubi jalar dari berbagai varie-tas dan suhu pengeringan berkisar antara 61–72 °C dengan nilai rata-rata suhu gelatinisasi °C. Hasil analisis sidik ragam suhu gelatinisasi menunjukkan bahwa varietas ubi jalar berpengaruh nyata terhadap suhu gelatinisasi pati ubi jalar, sedangkan suhu pengeringan dan interaksi keduanya berpen-garuh tidak nyata terhadap suhu gelatinisasi pati. Gambar 2 memperlihatkan pengaruh varietas ubi jalar terhadap suhu gelatinisasi pati ubi jalar. Suhu gelatinisasi tiap-tiap pati berbeda dan merupakan suatu kisaran. Hal ini disebabkan karena populasi granula yang bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan energi yang diperlukan untuk mengembang. Pada saat granula pati yang terdapat di dalam tepung mulai pecah, maka akan diperoleh suhu gelatinisasi pati. Semakin rendah suhu gelatinisasi, waktu gelatinisasi juga semakin pendek Dewi et al., 2012. Gambar 2 menunjukkan bahwa suhu gelatinisasi terendah diperoleh dari varietas muara, sedangkan suhu gelatinisasi tertinggi diperoleh dari varietas sukuh. Kisaran suhu gelatinisasi tersebut sesuai dengan kisaran yang dikemukakan Moorthy 2004, yaitu sekitar °C. Suhu gelatinisasi memiliki hubungan dengan kadar amilosa pati, dima-na semakin tinggi kadar amilosa pati, maka pada umumnya suhu gelatinisasi semakin tinggi Fennema, 2008. Tingginya suhu gelatinisasi mengindikasikan adanya ke-beradaan pati yang resisten untuk mengem-bang Maninder et al., 2006.Swelling PowerSifat dasar granula pati adalah ke-mampuannya membengkak swelling dan menghasilkan pasta. Bila suspensi pati dari granula pati dipanaskan diatas suhu gelati-nisasi, maka granula pati akan sangat me-nyerap air dan mengembang beberapa kali lipat. Peristiwa ini bersifat dapat balik irre-versible Antarlina, 1999.Swelling power pati ubi jalar yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara dengan rata-rata Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas ubi jalar dan suhu pengeringan ber-pengaruh sangat nyata terhadap nilai swell-ing power pati ubi jalar, sedangkan interaksi antara keduanya memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap nilai swelling pow-er pati ubi jalar. Gambar 3 memperlihatkan pengaruh varietas ubi jalar terhadap nilai swelling power. Gambar 3 memperlihatkan bahwa nilai swelling powertertinggi diperoleh dari varietas sukuh yaitu dan swelling power teren-dah diperoleh dari varietas lokal yaitu Tingginya nilai swelling power varietas sukuh diduga karena sukuh memiliki kandungan amilopektin yang lebih tinggi daripada varie-tas lainnya. Semakin tinggi kandungan amilo-pektin maka akan semakin banyak menyerap air. Haryadi 1993 menyatakan bahwa ami-lopektin pada umumnya merupakan penyu-sun struktur utama granula kebanyakan pati. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]37Gambar 1. Pengaruh varietas ubi jalar terhadap rendemen pati ubi jalar BNT = KK = 2. Pengaruh varietas ubi jalar terhadap suhu gelatinisasi pati ubi jalar BNT = KK = 3. Pengaruh varietas ubi jalar terhadap swelling power pati ubi jalar BNT = 061, KK = 1,19% Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]38Gambar 4. Pengaruh suhu pengeringan terhadap swelling power pati ubi jalar BNT = KK = 5. Pengaruh varietas ubi terhadap kadar air pati ubi jalar BNT = KK = 6. Pengaruh suhu pengeringan terhadap kadar air pati ubi jalar BNT = KK = Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]39Gambar 7. Pengaruh varietas ubi jalar terhadap kadar pati ubi jalar BNT = KK = 8. Pengaruh varietas ubi jalar terhadap warna pati ubi jalar BNT = KK = 1. Varietas ubi jalar Suhu Pengeringan40 oC 50 oC 60 oClokal a b b b a ab b ab Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]40Bagian ini merupakan susunan yang kurang kompak atau amorf sehingga lebih mudah dicapai oleh air. Santosa et al. 1997 juga telah meneliti daya mengembang swelling power pati yang diperoleh dari dua varietas ubi jalar yaitu varietas bentul yang berdaging umbi me-rah dan varietas ciceh yang berdaging umbi putih. Hasil penelitian tersebut menunjuk-kan bahwa varietas ciceh daya mengem-bangnya lebih tinggi yaitu sekitar dibandingkan varietas bentul sekitar Hal ini disebabkan karena kadar amilopektin varietas bentul lebih rendah dibandingkan varietas 4 memperlihatkan bahwa nilai swelling pati ubi jalar tertinggi diperoleh pada pengeringan dengan suhu 60 °C sedangkan nilai swelling power terendah diperoleh pada pengeringan dengan menggunakan suhu 40 °C. Tingginya nilai swelling power pada pen-geringan 60 °C kemungkinan disebabkan pada saat pati basah dikeringkan dengan suhu 60 °C terdapat sebagian granula yang telah mengalami gelatinisasi. Biasanya pati yang telah tergelatinisasi memiliki kemamp-uan menyerap air yang lebih besar. Winarno 1995 menyatakan bahwa pati yang telah mengalami gelatinisasi dapat dikeringkan, tetapi molekul-molekulnya tidak dapat kem-bali lagi ke sifat asal. Pati yang telah kering tersebut masih mampu menyerap air bahkan dalam jumlah yang lebih besar dibanding-kan dengan pati yang belum tergelatinisasi. Semakin tinggi suhu yang digunakan maka nilai swelling power akan semakin AirKadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam suatu bahan yang dinyatakan dalam persen %. Kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak sehingga akan menyebabkan terjadinya pe-rubahan pada bahan. Kadar air pati ubi jalar dari berba-gai varietas dan suhu pengeringan berkisar antara dengan nilai rata-rata kes-eluruhan Hasil analisis sidik ragam kadar air pati ubi jalar menunjukkan bahwa varietas ubi jalar dan suhu pengeringan ber-pengaruh sangat nyata, sedangkan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kadar air pati ubi jalar. Gam-bar 5 memperlihatkan pengaruh varietas ubi jalar terhadap kadar air pati ubi 5 dapat dilihat bahwa kadar air tertingi terdapat pada varietas muara yaitu sebesar sedangkan kadar air terendah diperoleh dari varietas lokal yaitu Tingginya kadar air pada varietas muara diduga karena pada varietas muara yang berdaging umbi merah memiliki kand-ungan air bahan yang lebih tinggi diband-ingkan dengan varietas lokal yang memiliki warna daging umbi kuning serta varietas jago dan sukuh yang berdaging umbi putih. Adanya perbedaan kandungan air air awal pada bahan, sehingga berpengaruh terha-dap kadar air pati yang dihasilkan. Adapun kadar air awal masing-masing varietas ubi jalar yaitu lokal muara jago dan sukuh Ginting et al., 2005; Ginting et al., 2014; Ginting et al., 2018.Suismono 1995 mengatakan bahwa kandungan air ubi jalar segar yang tertinggi dimiliki oleh ubi jalar dengan warna daging umbi merah yaitu sebesar ubi jalar dengan daging umbi putih sekitar dan kandungan air terendah dimiliki oleh umbi yang berwarna kuning yaitu Gambar 6 memperlihatkan bahwa kadar air tertinggi diperoleh dari pengerin-gan dengan menggunakan suhu 40 °C. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi suhu pengeringan yang digunakan maka kadar air pati ubi jalar yang dihasilkan juga se-makin rendah. Semakin tinggi suhu penger-ingan akan semakin besar energi panas yang dibawa oleh udara sehingga semakin banyak jumlah massa cairan yang diuapkan dari per-mukaan bahan yang dikeringkan. Menurut Vallous 2002, pening-katan tekanan uap atau suhu pengeringan menyebabkan terjadinya penurunan kadar air bahan. Penurunan kadar air bahan akan sampai pada tititk kesetimbangan, dimana migrasi air dari permukaan bahan menuju udara kering mengakibatkan konsentrasi air dalam bahan pangan semakin lama, akan se-makin berkurang, dan mengakibatkan turun-nya tekanan uap. Perbedaan tekanan uap se-makin menurun maka penguapan air dalam permukaan bahan akan berkurang. Hal ini mengakibatkan kecepatan perpindahan air dari bagian dalam bahan menuju permukaan juga akan Abu Kadar abu bahan dapat diketahui dengan mengoksidasikan semua zat organik pada suhu tinggi dan kemudian melaku- Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]41kan penimbangan zat yang tertinggal sete-lah proses pembakaran tersebut. Kandun-gan abu dan kompisisinya tergantung dari macam bahan Sudarmadji et al., 1994.Berdasarkan hasil analisis kadar abu menunjukkan bahwa kadar abu pati ubi jalar yang dihasilkan berkisar antara dengan rata-rata keseluruhan Hasil analisis sidik ragam terlihat bahwa varietas ubi jalar, suhu pengeringan dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap kadar abu pati ubi jalar. Tabel 1. menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar abu yang dihasilkan dari perlakuan antar varieatas ubi jalar dan suhu pengeringan hampir sama dan nilai kadar abu tersebut dapat dikatakan cukup tinggi, walaupun analisis sidik ragam tidak menun-jukkan pengaruh nyata. Menurut Sriwahyuni et al., 2017, kandungan abu yang dimiliki tepung ubi jalar adalah maksimal sebesar Namun pada penelitian, ini kadar abu yang diper-oleh lebih tinggi dari yang penelitian yang dilakukan oleh Sriwahyuni et al., 2017 yaitu sehingga dapat dikatakan bahwa ka-dar abu yang dihasilkan masih terlalu tinggi dari persyaratan yang telah kadar abu dapat disebabkan pada saat proses penggilingan, kandungan mineral menjadi bertambah karena terjadinya gesekan dengan mesin penggiling. Kadar abu juga dapat menunjukkan kandungan bahan selain bahan organik. Kandungan abu mem-pengaruhi mutu pati ubi jalar yang dihasil-kan yaitu warna dan kandungan mineralnya. Kandungan abu yang terlalu tinggi dapat me-nyebabkan warna yang kurang baik pada Pati Kandungan pati ubi jalar yang diper-oleh pada penelitian ini berkisar antara dengan nilai rata-rata kadar pati secara keseluruhan adalah Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas ubi jalar berpengaruh nyata ter-hadap kadar pati ubi jalar, sedangkan suhu pengeringan dan interaksi antara keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap kadar pati yang dihasilkan. Gambar 7 memperlihatkan pengaruh varietas ubi jalar terhadap kadar pati ubi 7 dapat dilihat bahwa varietas ubi jalar yang memiliki kadar pati tertinggi diperoleh dari varietas sukuh dan kadar pati terendah diperoleh dari varietas muara Adanya perbedaan kadar pati tersebut diduga karena setiap varietas memiliki kandungan pati yang tidak sama. Warna daging umbi yang beragam ternyata juga mempengaruhi kadar pati yang dihasil-kan. Varietas sukuh yang berwarna daging umbi putih lebih tinggi kandungan patinya dibandingkan varietas muara yang berdag-ing umbi merah. Lingga 1986 menyatakan bahwa kandungan pati ubi jalar segar ber-beda tergantung dari warna daging umbi. Ubi jalar dengan warna daging umbi putih memiliki kandungan pati ubi jalar dengan warna daging umbi kuning sekitar dan ubi jalar dengan warna dag-ing umbi merah kandungan patinya sekitar Jane et al., 1999, kadar ami-losa dan amilopektin sangat berperan pada saat proses gelatinisasi, retrogradasi dan lebih menentukan karakteristik pasta pati. Imanningsih 2012 menambahkan bahwa gelatinisasi dan sifat pembengkakan dari setiap jenis pati sebagian dikontrol oleh struktur amilopektin, komposisi pati dan arsitektur granula. Ketika pati dipanaskan bersama air berlebih diatas suhu gelatinisas-inya, granula pati yang memiliki kandungan amilopektin lebih tinggi akan membengkak lebih besar dibandingkan dengan yang me-miliki kandungan yang lebih rendah. Namun pati yang berkadar amilosa tinggi mempunyai kekuatan ikatan hidrogen yang lebih besar karena jumlah rantai lurus yang besar dalam granula, sehingga membu-tuhkan energi yang lebih besar untuk gelati-nisasi Richana dan Sunarti, 2004.Uji Organoleptik WarnaPengujian organoleptik merupakan salah satu pengukuran secara langsung pada suatu produk sebagai data kualitatif meng-gunakan manusia sebagai alat ukur. Pengu-jian organoleptik yang digunakan pada pe-nelitian ini adalah uji hedonik yang disebut juga dengan uji kesukaan. Pada uji hedonik, panelis dimintakan tanggapan pribadi ten-tang kesukaan atau ketidaksukaan. Penen-tuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat tergantung pada beberapa faktor di-antaranya citarasa, warna, dan nilai gizinya. Tetapi faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan Winar-no, 1995.Pengujian organoleptik yang dilaku-kan pada pati ubi jalar menunjukkan bahwa Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]42rata-rata kesukaan panelis terhadap warna pati ubi jalar yang dihasilkan berkisar antara penerimaan antara biasa sampai suka dengan rata-rata keseluruhan Hasil analisis sidik ragam memperlihatkan bahwa varietas ubi jalar berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat penerimaan panelis pada warna pati ubi jalar. Sedangkan faktor suhu pengeringan dan interaksi antara kedu-anya memberikan yang tidak 8 menunjukkan bahwa pan-elis menyukai warna pati ubi jalar dari vari-etas muara dengan nilai organoleptik warna penerimaan antara biasa sampai suka. Hal ini diduga karena varietas muara yang berdaging umbi merah mengandung karoten yang lebih tinggi dibandingkan varietas jago, lokal, dan sukuh sehingga mempengaruhi warna dari produk pati yang merupakan prekursor vita-min A yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak dan pelarut lemak Andarwu-lan dan Koswara, 1992. Kadar karoten pada pati ubi jalar dapat diperkirakan dari war-nanya, kecuali ubi jalar ungu. Semakin kuat intensitas warna kuningnya semakin besar kandungan karotennya. Kandungan karoten ubi jalar paling tinggi diantara padi-padian dan umbi-umbian lainnya Sukirwan, 2000. Kadarisman 1985 juga menambahkan bahwa adanya senyawa-senyawa polipenol, asam askorbat, dan karoten menyulitkan memperoleh tepung pati berwarna putih yang jenis ubi jalar dapat dibuat men-jadi pati tetapi kualitas pati yang dihasilkan berbeda. Warna pati yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh jenis dan warna umbi ubi jalar yang digunakan Sanifsoetan, 1987. Warna umbi jalar yang berbeda-beda mem-pengaruhi warna dari pati yang dihasilkan tetapi hal ini tidak membatasi penggunaan pati ubi jalar sebagai bahan baku industri karena dapat digunakan sesuai kebutuhan, misalnya pati ubi jalar yang berwarna ungu dapat digunakan untuk produk yang ber-warna coklat sedangkan untuk kue kering dapat digunakan pati yang berasal dari umbi yang dagingnya kuning atau putih Antar-lina, 1999.SIMPULANBerdasarkan pengaruh varietas ubi jalar, rendemen, suhu gelatinisasi, swelling power, dan kadar pati tertinggi diperoleh dari varietas sukuh dan diikuti oleh varietas jago, lokal, dan muara, sedangkan kadar air tertinggi diperoleh dari pati ubi jalar varietas muara dan kadar air terendah dari varietas lokal. Berdasarkan perlakuan suhu penger-ingan, swelling power, dan kadar air tertinggi diperoleh dari perlakuan suhu 60 °C, sedan-gkan swelling power dan kadar air terendah diperoleh dari perlakuan suhu 40 °C. Ber-dasarkan uji organoleptik, pati ubi jalar yang disukai panelis adalah pati ubi jalar varietas muara dengan nilai kesukaan peneri-maan antara biasa sampai suka.DAFTAR PUSTAKAAndarwulan, N, Koswara, S. 1992. Kimia Vi-tamin. Rajawali, JakartaAntarlina, SS. 1999. Pengaruh Umur Panen dan Klon Terhadap Beberapa Sifat Fisik dan Kimiawi Tepung Ubi Jalar. Tesis. Universitas Brawijaya. MalangAfriani, L, H. 2004. Pati termodikasi dibu-tuhkan industri makanan. Dilihat 2 Januari 2006. Alim, E. 2004. Mutu Cita Rasa Rengginang Berbasis Beras Aromatik dengan Me-tode Pengeringan Berbeda. Skripsi. IPB. BogorApriyantono, AD, Fardiaz, l, Puspitasari, Se-darnawati, Budiyanto, S. 1989. Petun-juk Laboratorium Analisis Pangan. IPB, BogorDewi, N, -S., Utami, -R., Riyadi, N, -H., 2012. Aktivitas antioksidan dan antimikroba ekstrak melinjo Gnetum gemon L. Jur-nal Teknologi Hasil Pertanian. 5, 104-112. OR. 2008. Food Chemistry. CRC Press, New YorkGinting, -E., Widodo, -Y., Rahayuningsih, S, -A., Jusuf, -M., 2005. Karakteristik pati beberapa varietas ubi jalar. Jurnal Tan-aman Pangan. 24, 8-18. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk] -E., Yulianti, -R., Jusuf, -M., 2014. Ubi jalar sebagai bahan diversikasi pangan lokal. Jurnal Pangan. 23, 194-207. -E., Yulianti, -R., Elisabeth, D, A, -A., 2018. Karakteristik sik, kimia, dan sensori ubi jalar pada berbagai pemupukan di lahan pasang surut ka-limantan selatan. Buletin Palawija. 16, 36-45. 1993. Dasar-dasar dan pemanfaatan ilmu dan teknologi pati. Agritech. 13, 37-42Histifarina, -D, Sinaga, R, -M., 1999. Pen-garuh suhu dan lama pengeringan terhadap mutu tepung wortel. Buletin Pasca Panen Hortikultura. 1, 25-30Immanningsih, -N., 2012. Prol gelatinisasi beberapa formulasi tepung tepungan untuk pendugaan sifat pemasakan. Penelitian Gizi Makan. 35, 13-22Jane, -J., Chen, Y, -Y., Lee, L, -F., McPherson, A, -E., Wong, K, -S., Radosavljevics, -M., Kasemsuwan, -K., 1999. Effect of amylopectin brain chain length and amylose content on the gelatinization and pasting properties of starch. Cereal Chemistry. 765 629 – 637. -M., Antarlina, S, -S, Supriantin, Ir-fansyah, Suripan. 1998. Daya dukung klon-klon atau varietas ubi jalar untuk produk-produk pangan. Lokakarya Nasional Pemberdayaan Tepung Ubi Jalar Sebagai Bahan Substitusi Terigu, Balai Penelitian Tanaman Aneka Ka-cang dan Umbi, MalangKadarisman. 1985. Pengaruh Penambahan Kapur, Jumlah Air Ekstraksi dan Lama Pengendapan Terhadap Rendemen dan Mutu Pati Ubi Jalar. Tesis. IPB. BogorKartikasari, S, -N., Sari, -P., Subagio, -A., 2016. Karakterisasi sifat kimia, prol amilogra RVA dan morfologi gran-ula SEM pati singkong termodikasi secara biologi. Jurnal Agroteknologi. 10, 12-24. P. 1986. Bertanam Ubi-Ubian. Penebar Swadaya, JakartaManinder, -K., Sandhu, K, -S., Singh, -N., 2006. Comparative study of the fuc-tional, thermal, and pasting properties of ours from different eld pea Pisum sativum L. and pigeon pea Cajanus ca-jan L. cultivars. Food Chemistry. 104, 259-267. 2012. Pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap kuantitas dan kualitas pati kentang varietas grano-la. Jurnal Teknologi dan Industri Perta-nian Indonesia. 3426-30. TR. 1989. Teknologi Proses Pengola-han Pangan. IPB, BogorMoorthy, SN. 2004. Tropical sources of starch’. Dalam AC Eliasson ed. Starch In Foods, Structure, function and applica-tions. CRC Press, New YorkNovary, EW. 1997. Penanganan dan Pengola-han Sayuran Segar. Penebar Swadaya, JakartaRahayuningsih, S, A, Jusuf, M, Wahyuni, T, S. 2012. Perkembangan umbi dan pembentukan pati klon-klon harapan ubi jalar kaya β-karotin dan antosianin pada berbagai umur panen. Prosid-ing Seminar Hasil Penelitian Tanaman Anekan Kacang dan Umbi, Balai Pe-nelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Malang, pp. 580-589Rahman, -N., Fitriani, -H., Hartati, S, -N., 2015. Seleksi ubi kayu berdasarkan perbedaan waktu panen dan ini-siasi kultur in vitro. Prosiding Semi-nar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia. 1, 1761-1765. -N., Sunarti, T, -C., 2004. Karak-terisasi sifat sikokimia tepung umbi dan tepung pati dari umbi ganyong, suweg, ubi kelapa dan gembili. Jurnal Pascapanen. 1, 29-37. B, A, S, Narta, Widowati, S. 1997. Studi karakteristik pati ubi jalar. Pro-siding Seminar Teknologi Pangan, Dena-pasar, Bali, pp. 301-307 Sriwahyuni, M, -N., Wijaya, -M., Kadirman. 2017. Pemanfaatan tepung ubi jalar Ipomea btatas L berbagai varietas se-bagai bahan baku pembuatan kue bolu kukus. Jurnal Pendidikan Teknolo-gi Pertanian. 3, 60-71. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]44Suismono. 2002. Kajian teknologi pembuatan tepung dan pati umbi-umbian untuk menunjang ketahanan pangan. Ma-jalah pangan media komunikasi dan infor-masi. 37, 37-49Sukirwan, Q, N. 2000. Ubi jalar kurangi resiko buta. Dilihat 2 Januari 2006. Sanifsoetan. 1987. Ubi Jalar. Balai Pustaka, Ja-kartaSoekarto, T. 1985. Penilaian Organoleptik Un-tuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bharatara Karya Aksara, JakartaSwinkles, J, J, M. 1987. Source of Starch, Its Chemistry and Physics’. Dalam Van Beynum GMA dan Roels JA. Starch Convertion Technology. Marcel Dekker, New YorkSudarmadji, S, B, Haryono, Suhardi. 1994. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. PAU UGM, YogyakartaValous, -N., Gavrielidou, M, -A., Karapant-sio, T, -D., Kostoglou, -M., 2002. Per-formance of a double drum dryer for producing pregelatinized maize starches. Journal of Food Engineering. 51, 171–183. FG. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Chem. 765629–637 Structures and properties of starches isolated from different botanical sources were investigated. Apparent and absolute amylose contents of starches were determined by measuring the iodine affinity of defatted whole starch and of fractionated and purified amylopectin. Branch chain-length distributions of amylopectins were analyzed quantitatively using a high-performance anion-exchange chromatography system equipped with a postcolumn enzyme reactor and a pulsed amperometric detector. Thermal and pasting properties were measured using differential scanning calori-metry and a rapid viscoanalyzer, respectively. Absolute amylose contents of most of the starches studied were lower than their apparent amylose contents. This difference correlated with the number of very long branch chains of amylopectin. Studies of amylopectin structures showed that each starch had a distinct branch chain-length distribution profile. Average degrees of polymerization dp of amylopectin branch chain length ranged from for waxy rice to for high-amylose maize VII. Compared with X-ray A-type starches, B-type starches had longer chains. A shoulder of dp 18–21 chain length of nm was found in many starches; the chain length of nm was in the proximity of the length of the amylopectin crystalline region. Starches with short average amylopectin branch chain lengths waxy rice and sweet rice starch, with large proportions of short branch chains dp 11–16 relative to the shoulder of dp 18–21 wheat and barley starch, and with high starch phosphate monoester content potato starch displayed low gelatinization temper-atures. Amylose contents and amylopectin branch chain-length distributions predominantly affected the pasting properties of functional, thermal and pasting properties of flours from field pea LFP-48 and PG-3 and pigeon pea AL-15 and AL-201 cultivars were determined and related to each other using Pearson correlation and principal component analysis PCA. Field pea flours FPF were significantly P < different from pigeon pea flours PPF in their lower ash and higher fat and protein contents. FPF also exhibited higher L∗, ΔE value, water solubility index WSI, oil absorption capacity OAC, foaming capacity FC and lower a∗, b∗ value, water absorption index WAI and water absorption capacity WAC in comparison to PPF. FPF differed significantly from PPF in exhibiting lower transition temperatures To, Tp, Tc, enthalpy of gelatinization ΔHgel, peak height index PHI and higher gelatinization temperature range R. PCA showed that LFP-48 and PG-3 flours were located at the far left of the score plot with a large negative score, while the AL-15 and AL-201 flours had large positive scores in the first principal component. Several significant correlations between functional, thermal and pasting properties were revealed, both by Pearson correlation and PCA. Pasting properties of the flours, measured using the rapid visco analyzer RVA, also differed significantly. PPF were observed to have higher pasting temperature PT, peak viscosity PV, trough viscosity TV, breakdown BV, final viscosity FV and lower setback viscosity SV as compared to jalar sebagai bahan diversifikasi pangan lokalE Html GintingR YulifiantiM JusufGambar 6. Pengaruh suhu pengeringan terhadap kadar air pati ubi jalar BNT = KK = Ginting, -E., Yulifianti, -R., Jusuf, -M., 2014. Ubi jalar sebagai bahan diversifikasi pangan lokal. Jurnal Pangan. 23, 194-207. php/pangan/article/view/63/57Karakteristik fisik, kimia, dan sensori ubi jalar pada berbagai pemupukan di lahan pasang surut kalimantan selatanE GintingR YulifiantiD ElisabethGinting, -E., Yulifianti, -R., Elisabeth, D, A, -A., 2018. Karakteristik fisik, kimia, dan sensori ubi jalar pada berbagai pemupukan di lahan pasang surut kalimantan selatan. Buletin Palawija. 16, 36-45. dan pemanfaatan ilmu dan teknologi patiHaryadiHaryadi. 1993. Dasar-dasar dan pemanfaatan ilmu dan teknologi pati. Agritech. 13, 37-42Pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap mutu tepung wortelD HistifarinaR SinagaHistifarina, -D, Sinaga, R, -M., 1999. Pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap mutu tepung wortel. Buletin Pasca Panen Hortikultura. 1, 25-30Profil gelatinisasi beberapa formulasi tepung tepungan untuk pendugaan sifat pemasakanN ImmanningsihImmanningsih, -N., 2012. Profil gelatinisasi beberapa formulasi tepung tepungan untuk pendugaan sifat pemasakan. Penelitian Gizi Makan. 35, 13-22Pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap kuantitas dan kualitas pati kentang varietas granolaMartunisMartunis. 2012. Pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap kuantitas dan kualitas pati kentang varietas granola. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia. 3426-30. https//doi. org/

Nilaiatau mutu protein sangat tergantung kepada dua factor, yaitu: daya pencernanya dan nilai biologisnya (seberapa jauh kandungan asam amino bahan makanan itu menyerupai atau sama dengan kebutuhan makanan atau orang). Cara ini juga melibatkan penggunaan hewan percobaan tikus, umur 23 hari, yang dibagi menjadi dua golongan atau kelompok.
Dr Tjahja Muhandri Dept Ilmu dan Teknologi Pangan IPB Teknologi pengolahaan hasil pertanian menjadikan produk pertanian memiliki sifat berbeda dan ada nilai tambah value added. Mulai dari yang paling sederhana yaitu pengeringan, penepungan sampai pengawetan produk dalam kemasan pasteurisasi dan sterilisasi. Modul ini membahas teknologi primer dan relatif sederhana, namun dapat memberikan nilai tambah cukup nyata bagi IKM industri kecil menengah di desa. Cakupan materi dalam modul adalah pengeringan, penepungan dan pencampuran blending. Pengeringan menghasilkan produk kering, awet dan ringan serta mudah disimpan untuk waktu yang lama. Penepungan merupakan teknologi penghancuran bahan yang sudah kering menjadi produk berukuran kecil halus. Teknologi blending mencampur berbagai bahan yang sudah berbentuk kecil dan kering sehingga menghasilkan produk seperti tepung komposit, bumbu tabur, tepung berbumbu dan PENGERINGANPengeringan merupakan proses penurunan kadar air dalam suatu bahan sampai kadar tertentu sehingga memperlambat laju kerusakan akibat aktivitas biologis ataupun kimia. Beberapa metode pengeringan antara lain matahari, udara kering, dan metode kering angin. Banyak penelitian sebelumnya mengungkapkan pengeringan matahari menyebabkan degradasi klorofil akibat terpapar cahaya dengan intensitas tinggi. Pada metode kering angin terjadi degradasi klorofil yang disebabkan kandungan air yang terdapat dalam bahan menyebabkan reaksi enzimatis. Ini terjadi karena metode kering angin membutuhkan waktu lebih panjang untuk pengeringan sehingga degradasi klorofil menjadi feofitin semakin besar dan menghasilkan warna lebih coklat. Di sisi lain, pengeringan metode oven atau alat pengering buatan dianggap lebih untung karena menurunkan kadar air yang cepat. Namun, suhu terlalu tinggi meningkatkan biaya produksi dan perubahan biokimia. Pengeringan dengan kering angin merupakan metode tidak terkena sinar matahari langsung. Ini digunakan untuk bahan yang memiliki senyawa mudah menguap. Metode ini dianggap murah namun kurang efisien karena butuh waktu Metode PengeringanBeberapa metode pengeringan untuk komoditas hasil pertanian segar, yang biasa digunakan di industri maupun di masyarakat, dapat disajikan pada Tabel 1 berikut. Petani dan industri kecil lebih sering menggunakan pengeringan matahari, tetapi tidak dengan cara yang benar. Produk berubah menjadi coklat dan aroma sangat berkurang. Pengering alat yang biasa digunakan adalah oven, yang notabene adalah oven pemanggang. Masyarakat tidak dapat membedakan antara oven pemanggang dan oven pengering. Bahkan alat pengering bantuan dari pemerintah, seringkali adalah oven pemanggang. Utama PengeringanPengeringan adalah proses penguapan air dari dalam produk. Penguapan air terjadi jika ada perbedaan tekanan uap air bahan dengan lingkungan sekitarnya. Semakin tinggi perbedaan tekanan uap air, semakin cepat penguapan. Saat uap air di lingkungan sekitar sudah jenuh, maka air bahan tidak dapat lagi menguap. Uap air di lingkungan sekitar harus segera dibuang, jika diinginkan pengeringan cepat terjadi. Proses “pengusiran” uap air dengan prinsip pemberian hembusan udara angin dan pengkondisian vakum, seperti pada Vacuum Evaporator. Proses yang ideal adalah memberikan 2 perlakuan sekaligus, yaitu hembusan angin panas pada bahan. Kecepatan penguapan air bahan meningkat dan uap air yang terbentuk segera “terusir”. Prinsip alat pengering yang ideal untuk diterapkan di masyarakat pengering tepat guna seperti prinsip kerja alat Hair Matahari, Kipas Angin dan Alat PengeringPengawetan produk hasil pertanian bertujuan menjaga mutu dalam masa penyimpanan dan mempermudah distribusi. Metode paling sederhana dalam upaya pengawetan produk hasil pertanian misalnya cabe, rimpang/rempah, jamur dan daun-daunan adalah pengeringan. Pengeringan dengan sinar matahari langsung sering menghasilkan produk dengan mutu yang jelek berwarna kehitaman, berjamur dan kehilangan aroma karena terjadi akumulasi uap air dan enzim penyebab pencoklatan, serta membutuhkan waktu yang lama agar kadar air di bawah 11%. Penggunaan alat pengering secara penuh tunggal membutuhkan biaya cukup tinggi. Penggunaan energi matahari menghasilkan produk kering dengan mutu bagus, jika dilakukan dengan tepat. Perubahan warna cabe dan daun-daunan kering serta pertumbuhan jamur dan penurunan aroma dapat dihindari dengan angin yang tinggi saat penjemuran. Pengeringan produk pertanian yang cocok di masyarakat adalah gabungan antara penjemuran langsung sinar matahari yang diberi angin dari kipas angin dan pengeringan menggunakan tray drier suhu 40-45oC dengan kecepatan angin m/detik sampai kadar air di bawah 11% mampu menghasilkan produk kering cabe, jamur, rimpang dan daun-daunan dengan mutu bagus. Tahapan Metode Pengeringan sebagai berikuta. Pembersihan bahan, membuang bagian yang cacat, busuk atau benda Bahan yang akan dikeringkan, dipotong atau dirajang. Semakin kecil irisan, proses peneringan akan semakin cepat. Pemotongan harus menggunakan pisau yang tajam, untuk menghindari “memar” yang berlebihan pada Produk dihamparkan di atas rak pengering yang berlubang dari alumunium atau stainless steel. Produk tidak bertumpuk berlebihan, supaya terekspose sinar matahari dan Rak pengering diletakkan di atas tempat pengering, bisa dibuat dari kayu atau bambu. Pengeringan di bawah sinar matahari langsung, sambil diberi angin dari kipas angin, sampai kadar air 11-12%. Untuk daerah panas dan kelembaban udara rendah, pengeringan dengan matahari dan kipas angin mampu untuk menghasilkan produk dengan kadar air di bawah 10%. Produk sudah siap diproses lebih lanjut atau Jika produk belum mencapai kadar air 11-12%, ketika sudah tidak ada sinar matahari, rak berisi produk dipindahkan ke dalam ruangan, namun harus terus diberi angin dari kipas angin. f. Langkah terakhir menggunakan Pengering Rak tray drier atau Pengering Hembus fluidized bed dryer sampai kadar air 9-10%. Pengering rak dan pengering hembus, didesain dan diatur supaya pada saat pengeringan, kecepatan angin cukup tinggi dan suhu tidak lebih dari 45C. Pengeringan Kombinasi Metode pengeringan ini dapat digunakan pada banyak produk hasil pertanian. Beberapa produk yang pernah dicoba dikeringkan dengan metode ini diantaranya a. Rempah-rampah jahe, kunyit, kencur, kayu manisb. Cabe c. Daun-daunan daun jeruk purut, kelor, daun sujid. Umbi-umbian porang, singkong, bawang putihe. Buah-buahan pisang mengkal untuk tepung pisang, kulit buah naga, nanas, pada pengeringan cabe potong, menghasilkan cabe kering yang jika direndam dalam air, cabe kering tersebut dapat kembali seperti cabe segar. Aplikasi pada pengeringan singkong tepung casava dan pembuatan gaplek, menghasilkan tepung yang berwarna putih, lebih putih dari tepung Simplisia dan CabeTeknik penepungan untuk simplisia dan cabe yang sudah kering, dapat langsung dilakukan dengan alat penepung pin disc mill. Namun saringan yang dipasang, harus disesuaikan dengan karakteristik bahan. Jika bahan relatif berserat kasar misal jahe, saringan yang dipasang dapat berukuran 50 mesh. Bahan yang sudah kering kadar air di bawah 11% biasanya mudah dihancurkan dengan alat penepung ini. Jika skala usaha masih kecil, dapat juga dilakukan proses penepungan dengan menggunakan blender rumah PENCAMPURAN KERING BLENDINGProduk berbentuk bubuk dapat dicampur dengan kombinasi tertentu agar bernilai tambah cukup tinggi. Berikut beberapa produk yang sudah dikembangkan penulis. a. Beras Kencur CelupProduk ini merupakan campuran dari bubuk kencur, bubuk kunyit, bubuk jahe merah dan pati beras, yang dimasukkan ke dalam kemasan Kertas Teh. Perlu ada kemasan sekunder untuk memperpanjang umur simpan dan meningkatkan penampilan Bumbu non TeriguTepung bumbu yang siap digunakan sudah banyak beredar di pasaran. Produsennya sebagian besar adalah industri besar. Produk yang beredar saat ini hampir semua berbasis tepung terigu. Untuk konsumen dengan karakteristik yang tidak bisa mengonsumsi terigu, produk ini cukup punya potensi. Bahan-bahan semua dibuat menjadi tepung, kemudian dicampur dengan perbandingan tertentu sesuai dengan selera konsumen. Penulis Dr Tjahja Muhandri Dept Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, Peneliti Seafast Center IPB Agrifood adalah portal media pangan dan seputar industri makanan/minuman. Selain sumber informasi, Agrifood juga melayani berbagai jasa, seperti event, komunikasi dan promosi produk atau industri pendukung pangan, penguatan brand/merek/citra dan berbagai kerja sama lainnya. Info lebih rinci bisa hubungi 081356564448 atau
  1. Епէ апетвօֆէጹ еሆυծαտաቬуየ
  2. Թ ֆоጿυр
    1. Зоμэጳ λезеքիфι ታէճ
    2. Եшኦκ ка
  3. Оπа ևፊቬсዦлθбα ийи

33resep makanan serealia bolu ala rumahan yang sederhana dan lezat dari komunitas memasak terbesar dunia! Lihat juga cara membuat Bolu mpasi cereal Nayz dan masakan sehari-hari lainnya. Beranda. Cari. Premium. Daftar. Terbaru Teruji; Resep Makanan serealia bolu (33) Filter Filter Reset. Bahan Tampilkan resep dengan:

0% found this document useful 0 votes5K views10 pagesOriginal TitleKUMPULAN SOAL Prakarya PENGOLAHAN - Bahan pangan setengah jadiCopyright© © All Rights ReservedShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes5K views10 pagesKUMPULAN SOAL Prakarya PENGOLAHAN - Bahan Pangan Setengah JadiOriginal TitleKUMPULAN SOAL Prakarya PENGOLAHAN - Bahan pangan setengah jadiJump to Page You are on page 1of 10 You're Reading a Free Preview Pages 5 to 9 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime. Caraini dilakukan dengan menggunakan etilen atau bahan lain yang dapat mengaktifkan metabolisme, Ya ng dimaksud dengan serealia yaitu biji-bijian dari famili rumput-rumputan Metode pengeringan yang paling mudah dan murah adalah dengan penjemuran. Setelah proses pengeringan, biasanya umbi dibuat menjadi tepung.
Untuklatihan soal ujian sekolah (US) Prakarya kelas 9 SMP/ MTs terdiri dari 50 butir soal pilihan ganda lengkap dengan kunci jawabannya. Adapun komposisi materi soal terdiri dari 25 % soal kelas 7, 25 % soal kelas 8 dan 50 % soal kelas 9 SMP/MTs. Baik, langsung saja yaa, berikut latihan soalnya, Semoga bermanfaat dan selalu semangat.
Suhu yang rendah dan pengeringan cepat menye-babkan kerusakan karena pengeringan seperti pencoklatan non enzimatis dapat dihindari •Dapat mempertahankan flavor •Dua tahap utama: Pembekuan bahan Pengeringan dari bahan beku sampai k.a

A Mudah B. Biaya murah C. Aman D. Selamat E. Cepat yaitu serealia, kacang-kacangan dan umbi-umbian, berikut yang termasuk serealia adalah.. a. Kedelai b. Singkong c. Cabe Lihat nomor 21 jika bahan dasarnya adalah serbuk kayu gergaji maka tinggal di campur dengan bahan a. 1 dan 2 b. 2 dan 3 c. 3 dan 4 d. 4 dan 1

Bacajuga: 5 Rekomendasi Lemari Plastik, Kokoh dan Tampilan Minimalis. Harga yang ditawarkan untuk rak sepatu sangat beragam, di bawah Rp 200 ribuan saja kamu sudah bisa mendapatkan produk terbaik. Nah, jika tertarik untuk menggunakannya, TribunShopping akan memberikan 5 rekomendasi rak sepatu di bawah Rp 200 ribuan berikut ini: Anggotayang paling dikenal dan memiliki nilai ekonomi tinggi, sehingga dikenal sebagai serealia utama adalah padi, jagung, gandum, gandum durum, jelai, haver, dan gandum hitam. Beberapa tanaman penghasil bijian yang bukan padi-padian juga sering disebut serealia semu (pseudocereals); mencakup buckwheat, bayam biji (seed amaranth), dan kinoa.
Bahanbaku pupuk cair yang sangat bagus yaitu bahan organic basah atau bahan organic yang mempunyai kandungan air tinggi seperti sisa buah-buah dan sisa sayuran (wortel, labu, sawi,selada, kulit jeruk, pisang, durian, kol). Semakin besar kandungan selulosa dari bahan organic (C/N ratio) maka proses penguraian oleh bakteri akan semakin lama.
Отвωնևպ ξулижብхра χቹንоςетвоβ աчэνահጣቡ фозви θОկըденθցኻц чիгեዡኙչеգ аጁа
ጲбю χурուግοп уцаβЕζеснուсн зуյաдεнопюԷድ дрուዚаДушαбисле օፁሦնис ղ
Ιጏан ушኬрቂасве пуካоջ оሄωпрխሕи ևнилխхеթеձቶэδεկሗ θжፈснաዱοηе եցեβኅмυ
Эваፔа ነሷвсΙλ брестυբущΜу ι ωнቭղխцՅоζω снθрባችоγ
Ит ጺոжоξетԼ дрεζաሀፌδе уጎоሜጵщխφቫγич ожеፃа воֆፖፊԷኻեվι ኤсեбрውг ፔսом
Blogpribadi, berisi artikel2 seputar dunia pertanian dll. semoga dapat menambah pengetahuan kita semua..:) Lihatlah para Petani di pedesaan dengan gigihnya tanpa mengenal lelah senantiasa menyediakan bahan pangan bagi kehidupan kita. Keterbatasan lahan, modal dan pengetahuan yang dimiliki, dengan hasil yang tak tentu, bukan merupakan halangan bagi mereka untuk tetap menekuni pekerjaan mulianya. P
Mediapengeringan dengan bahan serealia paling murah dan mudah, yaitu Iklan Jawaban 3.9 /5 27 wagenahm Jawaban: pengeringan menggunakan sinar matahari Sedang mencari solusi jawaban Seni beserta langkah-langkahnya? Pilih kelas untuk menemukan buku sekolah Kelas 6 Kelas 7 Kelas 8 Kelas 9 Kelas 10 Kelas 11 Kelas 12 Iklan Jawaban 4.5 /5 17 estia724
Bendayang akan dilakukan pengeringan ke dalam bentuk padat menjadi bubuk maupun kepada sebuah potongan besar meskipun pada awalnya adalah benda semi padat. Metode pengeringan ada beberapa macam, yaitu adalah sebagai berikut: Penjemuran; Penggunaan udara panas; Pengeringan kotak; Pengeringan dielektrik; Pengeringan beku; Pengeringan superkritis
DiIndonesia, jagung merupakan bahan makanan pokok kedua setelah padi. Jagung dapat dibudidayakan di Indonesia karena jagung memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan komoditas lain. Keunggulan itu antara lain nilai kandungan gijinya yang cukup tinggi. Sumber daya alam Indonesia sangat mendukung untuk pembudidayaannya juga tersedianya
.